Duduk yang dimurkai sebagaimana yang disifati Nabi dengan menjadikan tangan kiri sebagai penumpu tubuh.
Dewasa
ini, masyarakat kebanyakan sering mengartikan bahwa Islam itu hanya
mengurus masalah ibadah kepada Allah saja. Faktanya, tidak hanya
menyangkut masalah hubungan kita dengan Allah (habluminallah), namun
Islam juga mengurus masalah menyangkut hubungan kita dengan sesama
manusia (habluminannas) dan lingkungan.
Bahkan
Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari yang paling
kecil hingga paling besar, dari paling sederhana hingga paling rumit
bahkan dari manusia bangun tidur sampai tidur lagi.
Islam
menjadi satu-satunya agama sekaligus sistem yang layak dijadikan
pedoman hidup. Kelengkapan cakupan aspek kehidupan Islam desebutkan
secara rinci dalam Al Qur’an. Termasuk mengatur perkara duduk.
Di
antara bentuk duduk yang terlarang adalah sebagaimana terlihat pada
gambar diatas, yaitu duduk dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan
dijadikan sandaran atau tumpuan.
Melalui
Rasulullah SAW, Allah mengabarkan Dia begitu murka dengan
hamba-hamba-Nya yang duduk seperti ini. Sebagai muslim, sudah selayaknya
kita menjauhi apa yang diperintahkan Rasul, termasuk menghindari duduk
seperti ini.
Duduk yang di murkai
Bukankah
ini sering kita lakukan? Terutama saat duduk di lantai saat menghadiri
jamuan, saat bersantai bersama keluarga atau saat berada di dalam
masjid.
Al
Syarid bin Al Suwaid berkata: Rasulullah SAW melintasi sedang aku duduk
begini; aku letakkan tangan kiri ke belakang badanku dan bertongkat
dengan tapak tanganku. Lalu Rasulullah berkata kepadaku: “Adakah engkau
duduk dengan duduknya mereka yang dimurkai?!”- Diriwayatkan oleh Ahmad,
dan Abu Daud. Disahihkan oleh Al-Albani.
Dalam
riwayat Abu Daud yang lain pula disebutkan: “Janganlah kamu duduk
seperti ini kerana ia adalah cara duduk orang-orang yang diazab.” Hadis
itu dihasankan oleh al-Albani.
Juteru
itu, sesiapa yang mahu duduk menyandar, maka bersandarlah pada tangan
kanan, bukan kiri. Ataupun dia bersandar pada kedua-dua tangannya.
Syeikh Ibnu Uthaimin berkata: Cara duduk ini adalah disifatkan oleh Nabi SAW sebagai cara duduk orang-orang yang dimurkai. Adapun
meletakkan kedua-dua tangan di belakang badan dan menyandar pada salah
satu daripadanya adalah tidak mengapa. Ataupun dia meletakkan tangan
kanannya juga tidak mengapa.
Apa yang disifatkan oleh Rasulullah sebagai cara duduk orang-orang yang dimurkai ialah menjadikan tangan kiri di belakang badan, dan menjadikan tapak tangannya di tanah dan bersandar padanya. Inilah apa yang disifatkan oleh Nabi SAW sebagai cara duduk orang-orang yang dimurkai.
Beliau turut berkata: Hadis itu maknanya jelas iaitu seseorang tidak boleh menyandar pada tangan kiri yang berada di belakang pada tanah (lantai).
Syeikh
ditanya: Sekiranya seseorang duduk seperti ini dengan tujuan berehat
sahaja, bukan tujuan mengikut orang Yahudi, adakah dia juga berdosa?
Beliau menjawab: Sekiranya dia mahukan untuk berehat, maka jadikanlah
sisi kanan, lalu hilanglah tegahan.
Syaikh ‘Abdul Al ‘Abbad mengatakan bahwa duduk seperti ini hukumnya haram, meski sebagian ulama lain mengatakan makruh.
“Makruh
dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh
tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk
semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas
menunjukkan haramnya.” (Syarh Sunan Abi Daud, 28: 49)
Sementara
itu Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan, duduk yang
dimurkai sebagaimana yang disifati Nabi dengan menjadikan tangan kiri
sebagai penumpu tubuh. Namun jika meletakkan kedua tangan sebagai
tumpuan, atau tangan kanan saja menjadi tumpuan, maka hal itu tidak
mengapa.
Lantas
jika ada yang bertanya, dimana logikanya? Sebagian mungkin mengatakan,
ini tidak masuk akal dan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan. Allah dan
Rasulullah SAW sudah memerintahkan, maka ini sudah cukup bagi seorang
muslim.
Adapun para ulama mengatakan jika duduk seperti ini merupakan duduknya orang-orang yang sombong.
Masihkan
kita mahukan bukti lain? Jika ini perintah Allah dan Rasulnya, maka
kita tidak perlu bukti lain. Ini adalah perintah dan jika tidak ditaati
merupakan tanda kesombongan seorang muslim.
Begitulah
ajaran Islam, setiap sendi kehidupan bernafas dengan aturan yang sudah
ditetapkan. Peraturan yang dibuat, bukan bermaksud memberatkan, namun
pasti ada sebab positif baik dari segi sosial dan kesihatan.Kredit:http://perkongsianagama.blogspot.my